Minggu, 07 Mei 2017

Cukup sekali psikotes, hasilnya untuk 3 sampai 5 tahun

Berangkat dari pengamatan dan pengalaman saya terhadap psikotes dan asesmen yang diadakan oleh berbagai kalangan membuat saya geli dan ingin menulis sedikit tentang hal tersebut. Saya geli ketika melihat beberapa perusahaan dan beberapa biro mengadakan psikotes setiap ada kandidat yang mau masuk perusahaan atau untuk keperluan lain. Saya geli ketika kandidat tersebut melamar di beberapa perusahaan dengan menggunakan psikotes atau asesmen yang sama.

Coba bayangkan ketika kandidat tersebut menghadiri 3 kali panggilan/undangan mengikuti psikotes di beberapa perusahaan dalam satu hari, berapa kali dalam seminggu ia mengerjakan psikotes maupun asesmen, berapa kali pula apabila ditotal dalam sebulan?!
Sangat tidak efektif dan buang-buang waktu saja.
Terus, apa yang perlu dilakukan melihat hal tersebut?

Saya membayangkan bahwa psikotes dilakukan sekali saja terhadap individu/kandidat ketika dia mau mencari pekerjaan atau untuk keperluan/kepentingan tertentu. Dan psikotes tersebut dilakukan secara menyeluruh tentang intelegensi, sikap kerja, kepribadian, kepemimpinan dan seterusnya yang mana hasil psikotes ini dilaksanakan oleh satu lembaga/institusi yang berhak mengeluarkan hasil psikotes/asesmen. Lembaga ini tentunya sudah mendapatkan izin mengeluarkan hasil psikotes dari HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) sebagai lembaga yang menaungi segala hal tentang sertifikasi pengadaan psikotes.

Hasil psikotes/asesmen berlaku dalam periode tertentu, misalnya 3 atau 5 tahun. Jadi, selama 3 atau 5 tahun seseorang dapat menggunakan dan menunjukkan hasil psikotes itu kepada lembaga/perusahaan/institusi yang membutuhkan sehingga perusahaan/organisasi/lembaga/institusi tidak perlu lagi mengadakan psikotes lagi.

Cukup sekali psikotes/asesmen, maka hasilnya bisa dipakai untuk 3 sampai 5 tahun ke depan. Kenapa berlaku dalam periode waktu tertentu sebab seorang pribadi memiliki perkembangan secara intelegensi, emosional, kepemimpinan dan adaptasi terus menerus berubah sehingga perlu ada pembaharuan dan update psikotes/asesmen (untuk periode bisa didiskusikan lebih lanjut).

Apa keuntungan dengan sistem seperti ini? Saya pikir banyak keuntungannya seperti:
  1. Bagi perusahaan; tidak harus mengadakan psikotes internal karena masing-masing kandidat sudah memegang hasil psikotes yang akurat dan berlisensi dari lembaga yang sudah mendapat izin. Ini akan menekan budget bagi perusahaan sehingga lebih efisien.
  1. Bagi kandidat; kandidat tidak akan melakukan psikotes/asesmen berulang kali ketika mendapatkan undangan/panggilan rekrutmen/seleksi di sebuah perusahaan atau keperluan lainnya. Cukup sodorkan hasil psikotes dan perusahaan akan memberikan pertimbangan.
  1. Bagi stakeholder; HIMPSI akan memiliki database psikotes/asesmen yang bisa digunakan untuk kepentingan Negara, misalnya menelusuri track record kandidat apabila suatu saat kandidat tersebut mengikuti fit & proper test untuk jabatan-jabatan publik yang membutuhkan transparansi sehingga latar belakang dan perkembangan kepribadian bisa disajikan secara komprehensif.
  1. Bagi alat tes itu sendiri; seseorang tidak bisa melakukan beberapa kali psikotes/asesmen sehingga menghindari hafalan-hafalan atau kebiasaan-kebiasaan psikotes. Akhirnya, psikotes akan sulit dihafal dan terhindar dari manipulasi-manipulasi. Alat tes akan terjaga tingkat keakuratannya.
  1. Bagi HIMPSI; sebagai himpunan psikologi seluruh Indonesia akan memiliki peran yang lebih, tidak hanya mengeluarkan lisensi untuk para calon psikolog, tetapi juga dapat mengontrol alat tes psikologi yang digunakan secara “illegal” misalnya.

Sistem seperti ini akan membuat pekerjaan lebih efektif dan efisien, perusahaan bisa lebih fokus kepada proses bisnisnya dan para kandidat tidak perlu berlama-lama mengikuti psikotes yang menghabiskan banyak waktu. Psikotes yang komprehensif biasanya menghabiskan waktu seharian.

Dan, perlu diingat bahwa psikotes yang pertama kali dilakukan memiliki hasil yang lebih akurat dan lebih mencerminkan pribadi seseorang sebab ini yang sebetulnya “original”.

Widhi Servo - Owner Servo Group

Saya tidak berbisnis, hanya mengalihkan pikiran negatif saya. Baca selanjutnya di sini 

Top