Kamis, 01 Maret 2018

Saat Tim Sering Memilih Diam: Karena Rasa Hormat atau Kurangnya Kepercayaan?



Fenomena terjadinya ledakan pada produk telepon genggam merk Samsung, penarikan kembali produk Volkswagen, pemalsuan FIFA, dan akun palsu Wells Fargo, dan beberapa skandal korporat terbaru lainnya adalah peristiwa yang berdampak luas. Tak hanya berpengaruh buruk pada persepsi publik tentang bisnis mereka, tetapi berpengaruh pada ketidakpercayaan dalam interaksi antara eksekutif perusahaan dengan pekerjanya.

Para pekerja membutuhkan pemimpin yang akan membantu seluruh organisasi menjadi sumber kepercayaan yang dinamis. Sebagai pemimpin, Anda pastinya menginginkan keterbukaan dengan menciptakan diskusi bersama para karyawan untuk dapat menggerakkan organisasi mereka lebih maju. Namun terkadang tak semudah itu. Apalagi saat para karyawan lebih memilih diam dan menuruti apa yang pemimpinnya katakan, bukan berarti itu pertanda baik untuk organisasi. Bisa jadi, ini dikarenakan kurangnya kepercayaan mereka terhadap sang pemimpin.

Berikut adalah langkah untuk mengembangkan dan memelihara kepercayaan dalam organisasi Anda:

1. Kenali gejala rendahnya tingkat kepercayaan.
Ini dapat Anda lihat dalam bagaimana komunikasi berlangsung di dalam organisasi. Ketika percakapan sebagian besar justru terjadi di luar ruang meeting, itu adalah indikasi besar bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ketika tim kerap kehabisan waktu berdiskusi dan berdebat karena presentasi sebelumnya berlangsung terlalu lama, mungkin karena waktu untuk diskusi tidak diberikan kepada mereka.

Mungkin bagi Anda suasana tenang di dalam ruang meeting merupakan sebuah bentuk sopan santun atau rasa hormat. Namun bisa jadi para karyawan cenderung menghindari masalah dengan diam-diam mematikan emosi, dan tidak mendengarkan atau memperhatikan. Di sini, Anda hendaknya mampu membedakan diam karena kesopanan dan rasa hormat dengan diam karena mereka tidak sebenarnya menolak diskusi.

2. Berani menginisiasi dialog mengenai isu terkini
Dalam sebuah tim, kesopanan yang berlebihan dianggap sebuah norma. Biasanya dialog yang terjadi mulai “memanas” di akhir meeting. Namun, tidak ada yang ingin meninggalkan pertemuan tanpa hasil akhir yang baik, bukan? Maka dari itu, cobalah untuk membahas hal yang sulit pada awal atau tengah diskusi.

3. Mendorong transparansi
Transparansi artinya membiarkan orang lain melihat informasi secara luas. Namun, tingkat transparansi di sini lebih dalam dari itu, yakni tentang berbagi dan mengungkapkan pikiran secara aktif, serta emosi dan kepercayaan yang mengalir melalui pikiran kita. Senior eksekutif biasanya sangat piawai dalam menjaga hal-hal ini tetap pribadi, dan beberapa orang percaya bahwa ini merupakan hal yang benar untuk dilakukan.

Dalam berbagai situasi, karyawan memang lebih mengutamakan bersikap sopan untuk menunjukkan rasa hormat, namun di sisi lain, hal ini juga bisa berarti tidak adanya kepercayaan karena mereka lebih memilih untuk diam. Buatlah suasana yang lebih santai, dengan membuat diri mereka mau untuk berdiskusi dan sering berdialog satu sama lain, mengungkapkan beberapa pemikiran dan perasaan mereka yang biasanya tidak mereka bagikan, para manajer akan dapat membangun kepercayaan, dan rasa hormat yang tulus sejalan dengan komunikasi yang lancar.

Widhi Servo - Owner Servo Group

Saya tidak berbisnis, hanya mengalihkan pikiran negatif saya. Baca selanjutnya di sini 

Top