Kamis, 01 Maret 2018

Arrogant That Harm


Suatu pagi saya mendengar teriakan seorang boss di pasar kepada anak buahnya dengan nada arogan, “Bodoh banget sih kamu.. masak begini saja tidak becus? Selama saya punya anak buah belum ada yang sebodoh kamu!” Sang karyawan hanya tertegun, entah terima atau tidak teguran yang datang tetapi ia terhenyak sesaat menyadari kesalahannya ataukah kebodohannya, mungkin. Karyawan ini cukup baik karena meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukannya. Di lain waktu lagi saya memperhatikan seorang karyawan terpancing emosi ketika atasannya membentak dan membalas mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak pantas dituliskan disini. Beberapa pemimpin bahkan memiliki habit melabrak habis kesalahan anak buah tanpa melihat waktu dan tempat. 

Seringkali ketika kita ada dalam sebuah posisi seorang pemimpin, kita menuntut orang melakukan ini dan itu bagi kita. Kita memerintahkan sesuatu dan meminta pengikut kita untuk melakukannya tepat seperti apa yang kita inginkan. Ketika ada kesalahan dalam tugas yang kita berikan kepada anak buah kita, mungkin kita akan kesal, marah, emosi dengan kesalahan yang dibuat oleh anak buah.  

Sadar ataupun tidak, ketika seorang pemimpin memiliki pengikut maka tanpa disadari pengikut itu telah menjadi orang yang pasti melayani pemimpin. Tetapi pantaskah seorang pemimpin itu mendapatkan pengabdian pengikutnya? Kisah anak pemilik Korean Air baru-baru ini yang sangat arogan pada insiden kacang yang terkenal akhirnya harus masuk ke dalam penjara untuk jangka waktu 1 tahun, membuat saya berpikir bahwa arogansi pemimpin seringkali membuat ia selalu ingin dilayani tapi tidak membuktikan dirinya pantas dilayani. Arogansi pemimpin membuat pemimpin dapat kehilangan nurani, rasa kemanusiaan dan akal sehatnya. Arogansi seringkali membabi buta karena emosi. Arogansi pemimpin sungguh mencelakakan. Bayaran yang harus diterima si anak boss Korean Air yang juga bertindak sebagai wakil dirut sungguh mahal karena ia harus belajar kerendahan hati melalui sebuah penjara. Ia harus belajar menghargai orang lain melalui sebuah hukuman. Ia harus belajar bahwa arogansi adalah sebuah kebodohan setelah terlambat. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Namun, bagi orang yang ingin berubah tidak ada istilah terlambat untuk memulai sesuatu yang baru.  

Siapa diri kita yang sebenarnya ditunjukkan melalui keseharian kita dan Sebagai pemimpin, bukankah tiada hari tanpa memimpin?Tiada hari tanpa bersama dengan orang lain, tiada hari tanpa berinteraksi dengan orang. Tiada hari tanpa menjadi sorotan seluruh anak buah Anda. Penting sekali bagi seorang pemimpin to be humble… menjadi sosok yang rendah hati. Sosok yang tahu menghargai orang lain sebelum ia sendiri dihargai. 

Nicholai Velimirovic mengatakan… 
 “Be humble, for the worst thing in the world is of the same stuff as you”  

Seorang yang sombong, tidak mampu melihat dirinya sendiri bahwa ia sebenarnya sama buruknya dengan orang yang ia hina. Orang sombong tidak mau berkaca dan selalu hanya melihat kesalahan orang lain dan pada akhirnya ia hanya mempermalukan dirinya sendiri. Jauhlah dari pemimpin arogansi, kesombongan sebab hanya akan membuat pemimpin terlihat bodoh di mata semua orang.

Widhi Servo - Owner Servo Group

Saya tidak berbisnis, hanya mengalihkan pikiran negatif saya. Baca selanjutnya di sini 

Top