Senin, 19 Maret 2018

Kepemimpinan Cacing dan Sepasang Sepatu Toyota (2)

Ilustrasi Gemba yang paling mudah dipahami ada pada relasi guru dengan murid. Gemba mengekspresikan respect for the people, penghargaan terhadap manusia yang menjadi budaya Toyota. Toyota menyadari aset terpenting dalam organisasi adalah manusia ketimbang aset lain, semisal mesin yang suatu ketika akan terdeprisiasi.

Gemba perlu dilaksanakan sesuai kaidah-kaidah tertentu untuk mencapai hasil dan manfaat yang diharapkan. Setidaknya ada tiga panduan pokok dalam melaksanakan Gemba, yaitu tujuan, problem solving dan respect for people.

Tujuan
Setiap aktivitas organisasi memiliki kejelasan tujuan. Pemimpin akan melihat apakah setiap aktivitas yang dijalankan bersifat value added memberi nilai tambah atau sebaliknya. Kejelasan tujuan mempermudah melihat seberapa jauh aktivitas itu akan mengubah bentuk dan fungsi dari sebuah produk, ataukah sekadar pelengkap yang tak bernilai tambah.

Melihat dan mempertimbangkan seberapa besar pengaruh aktivitas kepada pelanggan. Terutama pengaruh aktivitas terhadap kesediaan pelanggan untuk membayarnya. Sebagaimana pepatah just because it is common, does not mean it is right thing to do. Selain itu, aspek kejelasan tujuan akan memperjelas sasaran yang akan dicapai setiap individu dalam aktivitas kerja sehari-hari.

Kejelasan tujuan akan menempatkan secara terang-benderang keselarasan dan relevansi sasaran aktivitas individu dengan tujuan perusahaan. Gemba berarti pemimpin mampu melihat moment of truth. Melihat, merasakan kenyataan yang sebenarnya terjadi tanpa ditutupi.

Problem Solving
Pendeteksian masalah adalah langkah awal melakukan perbaikan atau improvement. Melakukan Gemba berarti seorang pemimpin mendeteksi masalah dan keluhan di lapangan. Pelajaran yang bisa diambil, bahwa pemimpin mengajarkan standar kepada bawahannya, mematuhi standar tanpa toleransi.

Aktivitas pemecahan masalah muncul saat masalah berhasil dideteksi melalui analisis penyebab masalah. Penyelesaian masalah secara langsung di lapangan jauh lebih efektif ketimbang menunggu menerima laporan menumpuk di meja pimpinan. Aspek problem solving dalam Gemba menanamkan semangat bahwa setiap karyawan berkontribusi besar menyelesaikan masalah.

Respect for People
Di dalam prinsip kepemimpinan Toyota ada istilah every leader is a teacher atau setiap pemimpin adalah guru. Gemba memungkinkan terjadinya aktivitas coaching, atasan membimbing dan mengajari orang yang dipimpinnya. Membantu melihat letak akar masalah, kemungkinan kurangnya skill dan pengetahuan, bahkan melihat kemungkinan kurangnya motivasi kerja.

Atasan menjalankan fungsi coaching dengan pola pikir bahwa orang tak menjadi penyebab tunggal terjadinya kesalahan. Bisa jadi penyebab kesalahan adalah proses yang buruk atau sistem yang menyulitkan. Pertanyan yang muncul dalam menggali akar masalah “mengapa terjadi kesalahan?” bukan “siapa yang bersalah?”

Pilihan menghukum orang yang bersalah bukan menjadi satu-satunya alternatif. Mengulang pertanyaan “why” terus-menerus menggali akar masalah, menyelesaikan masalah sampai tuntas tak hanya di permukaan, termasuk menghindari kesalahan yang sama di masa depan. Dont blame the people, fix the process, mengajak mengajak orang untuk tak menutupi masalah, memahami masalah dan membantu mencarikan jalan keluar.

Budaya transparansi, upaya memunculkan masalah atau abnormalitas akan mendorong orang terbuka menyampaikan persoalan. Pada dasarnya masalah adalah peluang perbaikan. Masalah yang ditutupi justru akan membuatnya kian besar. Prinsip no problem is a problem menggambarkan bahwa permasalahan bersifat alamiah, justru pernyataan seseorang tentang ketiadaan masalah akan menunjukkan bahwa masalah itu ada pada dirinya.

Kemungkinannya, orang tersebut tak paham masalah atau ia berusaha menutupi masalah. Budaya transparansi membantu organisasi untuk terus melakukan perbaikan. 
 
Berikut panduan pertanyaan yang sering digunakan pemimpin dalam melakukan coaching saat Gemba:

Apakah kita tahu targetnya?
Apakah targetnya tercapai?
Apa penyebab targetnya tidak tercapai?
Apa langkah yang akan dilakukan untuk memperbaikinya?
Apakah langkah sebelumnya efektif dalam mengatasi masalah?

Gemba bisa diibaratkan seorang Karateka yang melakukan Kata setiap hari, sehingga hafal setiap detil gerakannya sampai menjadi refleks, gerakan otomatis dalam pertandingan atau pertarungan sesungguhnya. Sama halnya dengan budaya pemimpin yang tak hadir instan. 
 
Seperti sebuah pepatah “jika dilakukan hanya sekali itu disebut kebetulan, jika dilakukan berkali-kali disebut kebiasaan, jika dilakukan bertahun-tahun baru akan disebut sebagai budaya.” 
 
Apakah pemimpin Anda mengajarkan budaya organisasi yang tepat bagi perusahaan ?

Kepemimpinan Cacing dan Sepasang Sepatu Toyota (1)


Toyota merupakan salah satu perusahaan yang paling dihormati di dunia. Bukan lantaran memiliki kapitalisasi market terbesar di dunia, namun prinsip-prinsip kepemimpinan dalam budaya Toyota berhasil membuatnya dijuluki “Dewa” perusahaan manufaktur. Tak heran setiap perusahaan selalu tertarik mempelajari apapun tentangnya.

Toyota memiliki produk-produk berkualitas tinggi karena berhasil menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan, membuat merek Toyota melekat kuat di pasar otomotif. Hasil kerja keras menanamkan nilai kepemimpinan selama bertahun-tahun sukses menciptakan brand image yang kuat.

Prinsip kepemimpinan Toyota tergolong unik. Misalnya, menjadi rahasia umum Toyota merekrut seseorang untuk menempati jabatan level eksekutif. Padahal, umumnya seorang pemimpin tumbuh dari bawah melalui proses yang panjang. Sehingga mampu menginternalisasi dan mewarisi budaya perusahaan saat berada di posisi puncak.

“Seorang pemimpin harus mampu terbang seperti Elang dan membumi seperti seekor Cacing,” demikian gambaran kepemimpinan Toyota yang mendunia. Terbang seperti Elang mengilustrasikan kemampuan pemimpin memandang jauh ke depan, visioner, menjadi inspirasi setiap individu, bersama-sama mewujudkan visi organisasi. Begitupun saat membumi seperti seekor cacing.

Filosofi cacing yang hidup di dalam tanah bukan di permukaan tanah, mengajarkan kemampuan seorang pemimpin untuk memiliki empati yang kuat. Mampu merasakan orang-orang yang dimpimpinnya di seluruh tingkatan organisasi. Seorang pemimpin tak bisa hanya menerima laporan di meja kerja, sebaliknya, mesti melihat langsung masalah di lapangan.

Tools yang paling hebat seorang pemimpin menurut Toyota adalah sepasang sepatu. Sepasang sepatu dalam tradisi kepemimpinan Toyota lebih hebat ketimbang tools improvement apapun dalam manajemen ramping termasuk value stream mapping, single minute exchange of dies, balance to takt time, standardized work, atau bahkan kanban replenish pull system.

Sepasang sepatu dalam tafsir kepemimpinan Toyota merupakan gambaran sikap dan tindakan melihat, mendengar, merasakan proses aktual produksi di lapangan. Sepasang sepatu Toyota memberikan inspirasi kepada setiap pemimpin untuk melatih empati, mengidentifikasi langsung aktivitas yang tak memberi nilai tambah, non value added activities.

Budaya pemimpin turun langsung ke lapangan disebut Gemba atau blusukan, meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Joko Widodo Presiden RI. Blusukan mengandung pengertian turun langsung, inspeksi mendadak, berdialog dengan masyarakat bawah, melihat langsung kondisi dan masalah aktual. Gemba dan blusukan berhasil menjadi antitesis pola kerja “asal bapak senang” atau ABS.

Pemimpin melakukan Gemba untuk melihat berbagai proses di lapangan yang tak efisien. Melihat fakta, data, material, mesin kondisi karyawan lebih utuh, jelas, mengasah kepemimpinan lebih peka dengan suara shopfloor, operator produksi. Melalui Gemba pemimpin dapat melihat kondisi riil area produksi, kondisi mesin dan bagaimana selama ini perawatan dijalankan.

Di sisi lain, Gemba membantu menganalisis penyebab masalah, membantu mengambil keputusan yang tepat. Pun, memungkinkan atasan dan bawahan berkomunikasi terbuka, transparan menyampaikan masalah. Gemba leadership mengajarkan pemimpin “menyentuh hati” individu yang berada di bawah kepemimpinannya.

Kaizen dalam Perusahaan: Apa Peran Anda ?


Saat menerapkan Kaizen, masih banyak yang kurang memahami siapa yang bertanggung jawab terhadap apa. Bagaimana dengan perusahaan Anda ?

Setiap mendengar kata Kaizen, di situlah ada sebuah perubahan yang berkelanjutan. Karena konsep Kaizen memang berarti perubahan menjadi lebih baik secara terus menerus tanpa akhir. Sifat “berkelanjutan pada Kaizen mengacu pada orang-orang dan proses yang dilakukan; yang melibatkan peningkatan yang terus berlanjut yang melibatkan setiap manajemen puncak, manajer, dan seluruh pekerja.

Jika Anda menerapkan filsafat Kaizen pada organisasi Anda, berarti semua aspek dalam organisasi harus terus berkembang setiap saat. Baik, prosesnya, praktik manajemennya, dan tentu saja orang-orang yang melakukan itu semua. Berikut adalah konsep Kaizen yang menyeluruh dalam proses bisnis:

1. Sistem nilai Kaizen:

Sistem nilai dasar kaizen adalah “perbaikan terus-menerus atas semua hal, di semua tingkat; sepanjang waktu, semua strategi untuk mencapai kejatuhan ini di bawah payung kaizen selamanya.

2. Peran top manajemen:

Top manager bertanggung jawab untuk menetapkan kaizen sebagai strategi perusahaan yang utama dan kegiatan lainnya seperti mengkomunikasikan komitmen organisasi ke semua tingkat, mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk implementasi kaizen, menetapkan kebijakan yang tepat, memastikan penerapan kebijakan kaizen dan pembentukan sistem secara penuh, prosedur dan struktur yang diperlukan untuk mempromosikan kaizen.

3. Peran manajer menengah:

Manajer menengah memiliki tanggung jawab untuk menerapkan kebijakan kaizen yang ditetapkan oleh Top manajemen. Mereka juga bertanggung jawab untuk memelihara dan memperbaiki standar kerja, memastikan karyawan dilatih secara memadai untuk memahami dan menerapkan kaizen dan juga memastikan bahwa karyawan belajar bagaimana menggunakan semua alat pemecahan masalah yang diperlukan.

4. Peran pengawas:

Supervisor bertanggung jawab untuk menerapkan pendekatan kaizen dalam peran fungsional mereka. Mereka juga bertanggung jawab untuk memperbaiki komunikasi di tempat kerja, menjaga karakter karyawan, berupayan meningkatkan teamwork, meminta saran dari para karyawan dan membuat saran kaizen.

5. Peran karyawan:


Karyawan bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam kaizen dalam kerjasama tim (teamwork), membuat saran kaizen, melakukan kegiatan perbaikan diri secara terus menerus, terus meningkatkan keterampilan kerja mereka melalui pendidikan dan pelatihan dan terus memperbesar pekerjaan mereka melalui pelatihan lintas fungsional.

Nah, sudahkah masing-masing bagian berperan dalam jalannya Kaizen di perusahaan Anda ?

Memimpin Dengan Hati, Eksekusi Dengan Logika



Tubuh berfungsi dan bekerja dengan baik karena otak yang memerintah. Hal ini menunjukan pentingnya fungsi otak supaya proses dalam tubuh tetap berjalan dengan baik. Begitu pula dengan bisnis, sistem dalam bisnis akan berjalan dengan lancar dan baik dengan pemimpin yang baik pula. Oleh karena itu, cara memimpin bagi seorang pengusaha sangat penting.

Bisnis membutuhkan berbagai proses dari visi, strategi dan misi yang dijalankan untuk menanjak sukses. Tak heran, pengusaha sebagai pemimpin membutuhkan beberapa sumber daya manusia tambahan untuk membantunya. Dengan terbentuknya tim maka pekerjaan dan misi yang dijalankan akan lebih tertata. Namun hasilnya akan lebih baik bergantung pada cara memimpin si pengusaha. Oleh karena itu, cara memimpin sangatlah penting untuk pengusaha supaya dipelajari.

Di dunia ini terdapat berbagai macam cara kepemimpinan, Anda bahkan bisa melihat pemimpin dunia dan caranya memimpin. Ada yang menggunakan disiplin tinggi dan ada pula yang berprinsip demokrasi. Keragaman ini juga memberikan hasil yang berbeda-beda, tinggal cara seperti apa yang menunjukan diri Anda. Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa cara memimpin dengan hati akan membuahkan hasil kerja tim yang lebih maksimal.

Memimpin dengan hati mengartikan bahwa yang seharusnya pemimpin lakukan bukan hanya soal memerintah. Sadarilah ini yang sering kita lakukan, memerintah bawahan melakukan ini dan itu seenaknya. Memimpin dengan hati bisa diwujudkan dengan mulai memberi contoh, bukan hanya teori semata. Misal Anda meminta bawahan untuk tepat waktu, bagaimana dengan Anda? Mulailah memberi contoh bahwa Anda juga orang yang tepat waktu. Dengan begitu bawahan akan melihat ketulusan Anda dalam mengarahkan mereka. Anda juga bisa memberi contoh dengan peduli lebih jauh. Seperti mengangkat barang yang berat atau mengambil barang yang kotor. Dengan sendirinya, para bawahan Anda akan melihat keikhlasan Anda dalam memimpin.

Memimpin juga memiliki arti lebih dalam “melayani dan peduli”, lihat begitu mulianya seorang pemimpin bukan? Sehingga Anda tidak layak untuk main-main dengan jabatan ini. Sebagai pemimpin, Anda harus memberi ajaran dan arahan supaya bawahan bisa menjadi orang yang lebih baik. Biarkan mereka sesekali memimpin, memimpin di sini bukan mengambil jabatan Anda. Misal biarkan mereka memberikan jalan keluar atau solusi yang sedang dihadapi usaha Anda. Setelah adanya solusi tinggal Anda berperan memberikan arahan apakah solusi tersebut baik atau tidak. Bantu atau pancing mereka dengan memberikan kata kunci tertentu sehingga mereka mampu menemukan jalan lebih baik lagi. Dengan membiasakan ini, para bawahan Anda bukan hanya ekor yang selalu mengikuti kepala tapi juga sebagai seorang inovator.

Sebagai pemimpin tugas Anda adalah memutuskan jalan keluar mana yang akan dipilih berdasarkan berbagai pertimbangan baik. Jangan sampai Anda memberikan keputusan hanya karena si A memberikan keputusan tersebut. Gunakanlah logika pengusaha Anda dalam keadaan apapun dan siapapun yang mengusulkan. Sebab bisnis Anda terlalu berharga untuk keputusan yang emosional. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan dengan yang lain.

Manusia dibekali perasaan dan pikiran namun ini tidak bisa dijadikan alasan Anda menggunakan perasaan secara sembarangan. Setiap bagian memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Perasaan unggul dalam memahami rasa kemanusiaan sedangkan pikiran lebih unggul memahami keadaan nyata. Sehingga Anda tidak disarankan untuk menggunakan keputusan hanya berlandaskan perasaan atau emosi. Keputusan berdasarkan emosi bisa lebih memberikan dampak yang kurang baik, sebab emosi kurang bisa merasakan risiko yang sesungguhnya. Gunakanlah perasaan dan logika di waktu yang tepat. Seperti menggunakan perasaan saat melayani pelanggan dan menggunakan logika saat memutuskan sesuatu. Namun yang perlu diingat Anda bisa mengkombinasikan keduanya dalam menghadapi situasi dan libatkan pula Tuhan. Karena Dialah yang Maha Menguasai segalanya.

Realisasikan keputusan yang telah dibuat dengan berbagai startegi jitu. Susunlah strategi dengan visi yang tepat dan tidak menjauh dari visi perusahaan. Lakukan analisa keadaan sebelum menyusun strategi suapaya tujuan terbidik dengan baik. Strategi yang tepat juga akan lebih memudahkan tim dalam bergerak dan mendeskripsikan tugas setiap bagian tim.

Kamis, 15 Maret 2018

PAJAK : Registrasi & Tutorial E-Filing Online

Mungkin belum ada yang mengetahuinya mengenai Registrasi & Mengisi E-Filling secara Online.
Silahkan lihat tautan link di bawah :

1. Registrasi E-Filling
http://www.pajak.go.id/electronic-filing

2. Tutorial E-Filling
http://www.pajak.go.id/content/article/tutorial-e-filing-2016-registrasi-djp-online

Kamis, 01 Maret 2018

Tahu Kapan Menerima kenyataan, tahu kapan menggunakan eufemisme




Banyak media dan korporasi menggunakan bahasa untuk menyembunyikan kondisi ataupun suatu hal menjadi tidak jujur, begitu juga dalam bisnis. Biasanya pada saat keadaan buruk terjadi pada bisnis, tentu kita akan merasa tidak nyaman, mungkin juga memalukan, dan menyakitkan, akhirnya tidak jarang kita seringkali menyembunyikannya di ballik penghalusan-penghalusan kata.

Hati-hati, bisa jadi ini adalah penghalusan-penghalusan yang membuat orang merasakan FEEL GOOD dalam waktu sementara, tapi tidak membuat mereka jujur pada diri sendiri. Meskipun penghalusan bahasa bisa membuat Anda FEEL GOOD, membuat Anda jauh lebih sopan, tetapi ingat bahwa untuk hal-hal tertentu Anda harus jujur.

Dalam bisnis, Anda harus bisa melihat kenyataan yang sebenarnya dalam bentuk hasil yang nyata, alih-alih melakukan perbaikan bisnis terus-menerus supaya target perusahaan bisa tercapai dan menyenangkan di mata pelanggan. Anda harus tahu mengapa seseorang tidak menggunakan produk atau jasa yang Anda berikan, mengapa kampanye iklan tidak berhasil, goal tidak tercapai, atau mengapa biaya yang Anda keluarkan lebih tinggi daripada biasanya. Apakah ini adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi atau suatu keadaan yang Anda biarkan dan Anda bilang “Bisnis saya masih baik-baik saja!”

Artikel ini akan membahas tentang bahasa. Saya memang jarang sekali berbicara tentang bahasa, tapi bahasa ini menjadi sesuatu yang paling membuat saya kadang-kadang suka kesal. Kenapa? Karena banyak media atau korporasi menggunakan bahasa untuk menyembunyikan kondisi atau sesuatu yang sebetulnya menurut saya menjadi tidak jujur dan berbahaya.
 

Apa Itu Eufemisme?

Penghalusan bahasa itu biasa disebut dengan Eufemisme. Mungkin bisa dipahami ketika ada orang cacat kemudian dibilang kekurangan, “dia tunarungu” yang artinya tuli. Kalau ada orang yang buta, berarti tunanetra, cacat fisik, tunadaksa. Ini semua adalah bentuk penghalusan-penghalusan bahasa yang bisa diterima.

Namun jika dalam bisnis, seorang pelaku bisnis menghaluskan hal-hal yang sifatnya kritis, tentu akan berbeda ceritanya. Misal contohnya adalah, ketika ada orang yang bilang “profit perusahaan bulan ini menurun…” lalu Anda bilang, “Tenang.. Kita masih belum untung saja.” Atau mungkin bisa jadi ketika Anda bilang, “Wah…Tahun ini kita ngga bisa tembus target.” Lalu karyawan Anda bilang kepada Anda seperti ini, “oh.. kita bukanya tidak menembus target pak, kita hanya belum menemukan pasar yang tepat.”

Inilah kenapa saya bilang bahwa Anda harus mulai berhati-hati. Apa yang terjadi di atas adalah penghalusan-penghalusan yang membuat orang feel good sementara, tetapi tidak benar-benar jujur dengan diri sendiri.

Di era milenial ini pun demikian, dikatakan bahwa di era ini sudah tidak ada lagi orang miskin tetapi hanya ada orang prasejahtera. Padahal kalau kita tahu, bahwa masih banyak orang yang hidupnya hanya dengan Rp 10 ribu satu hari untuk satu keluarga. Saya kemudian bertanya, hal ini disebutnya apa? Dia nggak miskin, Cuma prasejahtera saja.

Nah, bisa juga Anda lihat pada saat masa-masa PILKADA banyak orang yang menggunakan Eufemisme. Misal, tidak akan ada lagi orang yang digusur, yang ada Cuma digeser atau direlokasi. Lalu ada lagi yang mengatakan bahwa, jika PILGUB tertentu menang maka tidak ada yang namanya DP rumah itu mahal, cuma ada nol persen. Ada lagi yang mengatakan, kalau saya jadi gubernur tidak ada lagi rumah susun, yang ada cuma vertical housing. 


Eufemisme dalam Bisnis

Pesan saya hari ini adalah meskipun Eufemisme-Eufemisme ini cukup membuat kita feel good, cobalah untuk lebih jujur. Kenapa harus jujur? Karena dengan menerima kenyataan maka Anda akan melakukan perbaikan-perbaikan dalam suatu hal dengan tanggap dan cepat. Tetapi jika Anda tidak jujur, ketika ada karyawan yang tidak produktif Anda mengatakan, “Oh.. dia bukan tidak produktif, hanya kurang dilatih.” Kalau tidak produktif, ya tidak produktif. Kalau kurang dilatih, ya kurang dilatih. Dua hal ini adalah saudara jauh yang tidak berkaitan.

Kalau memang kurang dilatih, berarti karyawan Anda kurang pengetahuan. Bisa jadi karena malas, “bukannya malas, tapi impiannya kurang besar.” Mana ada malas, tetapi impiannya kurang besar. Malas ya malas. Kira-kira seperti itulah analogi yang mudah untuk bisa kita pahami bersama.

Lebih tepat apa yang dikatakan oleh Tony Robbins dalam karya buku Awaken The Giant Within, mengatakan dengan sangat tepat dan jujur, “…orang yang malas, goalnya impotant dan goalnya tidak ada gregetnya.” Nampaknya perkataan ini lebih jujur, dibandingkan Anda mengatakan “oh.. impiannya kurang besar.”

Sekarang semisal jika Anda mengalami hal seperti ini, apa yang akan Anda lakukan? Pada saat saya bertanya kepada Anda, kredit bapak bermasalah atau tidak? Kemudian Anda menjawab, “kredit saya bermasalah tapi hanya sekitar 25% kredit macet, itu tidak ada masalah sih. Dibandingkan dengan kompetitor saya yang mengalami kredit macet lebih besar. Omzet saya turun hanya 5%, sedangkan kompetitor turun 30%.”

So, ingat ini baik-baik. Omzet turun itu tidak ada bagusnya sama sekali. Apakah omzet Anda turun 5% atau 3%, ketika Anda membandingkan yang jelek dengan yang lebih jelek lagi, itu artinya Anda tidak jujur dan tidak adil. Kenapa? Karena pada dasarnya penurunan profit, kredit bermasalah atau karyawan tidak produktif itu adalah hal yang tidak patut dibanggakan.

Pada faktanya, banyak orang di luar sana sering kali mencari ‘TEMAN GAGAL’ untuk kegagalan yang dialaminya. Padahal seharusnya, kita harus mencari siapa yang berhasil dalam suatu bisnis dan kemudian kita bertanya, ”Mengapa dia berhasil dan saya tidak? Apa yang salah dari strategi bisnis saya?”

Teman-teman, bisnis yang Anda jalankan akan menjadi semakin sulit ketika Anda tidak jujur dan terus menghindari kenyataan dalam suatu kondisi. Solusi akan semakin sulit didapat, bisnis akan semakin menurun dan parahnya Anda telah kalah duluan. Kenapa? Karena Anda menerima menjadi medioker atau menjadi orang yang biasa-biasa saja.

Apabila kenyataannya terjadi penurunan dalam bisnis yang disebabkan karyawan tidak pernah di training, maka Anda harus memberikan training. Kalau tim atau karyawan Anda malas, bilang malas. Jika omzet turun karena kurang strategi, maka Anda harus jujur dan bilang bahwa “kita kurang strategi untuk menggunakan sumber daya yang ada untuk mengejar target-target perusahaan agar berhasil.” Jangan sebaliknya, “oh.. ngga, perusahaan lain ada yang lebih turun daripada perusahaan saya.” So, tahun ini sudah berjalan setengah bulan dan sebentar lagi penghujung bulan akan datang dan berganti tahun baru. PLEASE FIGHT! Hindari penghalusan-penghalusan bahasa yang akan membuat Anda semakin lesu dan jadikan bisnis Anda semakin maju, makmur dan terus sukses luar biasa.

Yuk, Evaluasi Kinerja Diri Sendiri !


Sebagai atasan, menilai pekerjaan karyawan tentu sudah biasa. Namun seberapa sering Anda mengevaluasi kinerja Anda sendiri? Ya, menilai kinerja diri Anda sendiri pasti lebih sulit daripada evaluasi antara atasan dan bawahan.

Biasanya, evaluasi kinerja paling sering dilakukan oleh atasan dan digunakan untuk mengetahui apakah kinerja karyawan tersebut sesuai atau tidak dengan kebutuhan perusahaan Anda. Nah, konsep yang sama harus diterapkan dalam mengevaluasi diri sebagai pemilik bisnis Anda sendiri. Di sini kita melihat pentingnya evaluasi diri dan apa yang dapat Anda pelajari dari penilaian ini.

Pertanyaan yang Diajukan Saat Evaluasi Diri

Siapakah yang benar-benar bertanggung jawab? Menjadi pemilik bisnis atau pemimpin tidak selalu berarti Anda adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab. Sebagian besar pemilik bisnis adalah tipe “pemain” yang selalu turun tangan dalam bagian apapun. Ada pula mereka yang memilih untuk mendelegasikan tanggung jawab dan tugas manajemen, dan lebih memilih untuk menerima laporan dan pembaruan kinerja bisnis.

Jika Anda adalah tipe pemain, apakah Anda memberdayakan karyawan Anda untuk membuat keputusan yang diperlukan? Jika Anda adalah tipe pengawas, apakah Anda benar-benar mengetahui semua seluk beluk operasi bisnis Anda sehari-hari? Apakah karyawan Anda menghormati Anda? Jenis hubungan yang Anda miliki dengan karyawan Anda menunjukkan banyak hal tentang tipe Anda sebagai pemilik bisnis atau manager.

Karyawan yang menikmati pekerjaan mereka, bangga dengan perusahaan tempat mereka bekerja dan menghormati atasan, mereka berkinerja lebih baik dan mencapai hasil yang lebih baik daripada mereka yang kurang bahagia dengan pekerjaan mereka. Memberikan panduan dan dukungan adalah cara termudah untuk mendapatkan rasa hormat dari karyawan Anda.

Sifat lain yang dimiliki pemilik bisnis yang sukses adalah kemauan dan kemampuan untuk memimpin dengan memberi contoh. Jika Anda tidak yakin bagaimana pekerjaan dilakukan atau tidak mau melakukannya sendiri saat dukungan datang dari karyawan, jangan terkejut saat staf Anda bereaksi dengan cara yang sama.

Apakah Anda puas dengan kesuksesan yang telah diraih oleh bisnis Anda? Jika tidak, berarti Anda harus lebih meningkatkan kinerja Anda sendiri. Jika jawaban Anda puas, berarti kini saatnya bagi Anda untuk memperkuat bisnis.

Pertanyaan selanjutnya untuk mengevaluasi diri adalah: jika posisi Anda bukan seorang atasan, kira-kira bagaimana atasan Anda menilai Anda ? Cobalah untuk membayangkan sejenak bahwa Anda bukan pemilik bisnis atau pemimpin, lalu coba perkirakan, jika “atasan” Anda mengevaluasi kinerja Anda, peringkat apa yang akan Anda terima ?

Dengan melihat kinerja Anda dari sudut pandang yang berbeda, Anda dapat belajar banyak tentang jenis pemilik Anda dan di mana Anda dapat membuat perubahan untuk meningkatkan kinerja Anda sendiri.

Deretan pertanyaan tersebut hanya lah beberapa poin pertanyaan yang dapat membantu Anda memperkirakan di mana perubahan harus Anda lakukan agar bisnis Anda menjadi lebih kuat. Pemilik bisnis atau pemimpin yang dapat jujur ​​atas kinerjanya sendiri, lebih mampu beradaptasi dan pada akhirnya akan memperbaiki bisnis mereka.

Saat Tim Sering Memilih Diam: Karena Rasa Hormat atau Kurangnya Kepercayaan?



Fenomena terjadinya ledakan pada produk telepon genggam merk Samsung, penarikan kembali produk Volkswagen, pemalsuan FIFA, dan akun palsu Wells Fargo, dan beberapa skandal korporat terbaru lainnya adalah peristiwa yang berdampak luas. Tak hanya berpengaruh buruk pada persepsi publik tentang bisnis mereka, tetapi berpengaruh pada ketidakpercayaan dalam interaksi antara eksekutif perusahaan dengan pekerjanya.

Para pekerja membutuhkan pemimpin yang akan membantu seluruh organisasi menjadi sumber kepercayaan yang dinamis. Sebagai pemimpin, Anda pastinya menginginkan keterbukaan dengan menciptakan diskusi bersama para karyawan untuk dapat menggerakkan organisasi mereka lebih maju. Namun terkadang tak semudah itu. Apalagi saat para karyawan lebih memilih diam dan menuruti apa yang pemimpinnya katakan, bukan berarti itu pertanda baik untuk organisasi. Bisa jadi, ini dikarenakan kurangnya kepercayaan mereka terhadap sang pemimpin.

Berikut adalah langkah untuk mengembangkan dan memelihara kepercayaan dalam organisasi Anda:

1. Kenali gejala rendahnya tingkat kepercayaan.
Ini dapat Anda lihat dalam bagaimana komunikasi berlangsung di dalam organisasi. Ketika percakapan sebagian besar justru terjadi di luar ruang meeting, itu adalah indikasi besar bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ketika tim kerap kehabisan waktu berdiskusi dan berdebat karena presentasi sebelumnya berlangsung terlalu lama, mungkin karena waktu untuk diskusi tidak diberikan kepada mereka.

Mungkin bagi Anda suasana tenang di dalam ruang meeting merupakan sebuah bentuk sopan santun atau rasa hormat. Namun bisa jadi para karyawan cenderung menghindari masalah dengan diam-diam mematikan emosi, dan tidak mendengarkan atau memperhatikan. Di sini, Anda hendaknya mampu membedakan diam karena kesopanan dan rasa hormat dengan diam karena mereka tidak sebenarnya menolak diskusi.

2. Berani menginisiasi dialog mengenai isu terkini
Dalam sebuah tim, kesopanan yang berlebihan dianggap sebuah norma. Biasanya dialog yang terjadi mulai “memanas” di akhir meeting. Namun, tidak ada yang ingin meninggalkan pertemuan tanpa hasil akhir yang baik, bukan? Maka dari itu, cobalah untuk membahas hal yang sulit pada awal atau tengah diskusi.

3. Mendorong transparansi
Transparansi artinya membiarkan orang lain melihat informasi secara luas. Namun, tingkat transparansi di sini lebih dalam dari itu, yakni tentang berbagi dan mengungkapkan pikiran secara aktif, serta emosi dan kepercayaan yang mengalir melalui pikiran kita. Senior eksekutif biasanya sangat piawai dalam menjaga hal-hal ini tetap pribadi, dan beberapa orang percaya bahwa ini merupakan hal yang benar untuk dilakukan.

Dalam berbagai situasi, karyawan memang lebih mengutamakan bersikap sopan untuk menunjukkan rasa hormat, namun di sisi lain, hal ini juga bisa berarti tidak adanya kepercayaan karena mereka lebih memilih untuk diam. Buatlah suasana yang lebih santai, dengan membuat diri mereka mau untuk berdiskusi dan sering berdialog satu sama lain, mengungkapkan beberapa pemikiran dan perasaan mereka yang biasanya tidak mereka bagikan, para manajer akan dapat membangun kepercayaan, dan rasa hormat yang tulus sejalan dengan komunikasi yang lancar.

Widhi Servo - Owner Servo Group

Saya tidak berbisnis, hanya mengalihkan pikiran negatif saya. Baca selanjutnya di sini 

Top