Kamis, 25 Januari 2018

Kiat menghadapi kegagalan layaknya seorang pemimpin


Bertanggung jawab atas kegagalan ialah ciri pemimpin hebat. Beginilah cara berhasil meskipun semuanya berjalan salah.
Tepat sebelum kompetisi balapan kapal layar America’s Cup World Series di Oman pada Februari lalu, Sir Ben Ainslie menghadapi keputusan sulit.
Ainslie – pelayar Olimpiade tersukses sepanjang sejarah, dengan lima medali – ialah kapten tim layar Land Rover BAR dan terkenal dengan kebiasaannya menang dengan menyusul musuh dari belakang.

Pada hari terakhir balapan di Oman, angin bertiup lembut. Dalam dua babak pertama dari tiga babak, Ainslie salah memperkirakan angin dan menyetir kapal yacht-nya ke garis start terlalu cepat – kelebihan 12cm di babak pertama dan 10cm di babak kedua. Timnya kena penalti, yang berarti mereka harus membiarkan tim lain melewati mereka.

Namun babak ketiga mengubah semuanya. Dengan angin yang masih pelan bertiup, Ainslie berjuang keras membawa timnya dari urutan ketiga ke urutan pertama, dan kesuksesan itu cukup untuk memastikan kemenangan mereka di kompetisi itu.

Ketika melihat ke belakang sekarang, Ainslie mengatakan ada alasan besar yang membuat timnya akhirnya menang. Sebagai kapten, Ainslie cepat memikul tanggung jawab atas dua kesalahan pertama, dan timnya dapat melaju ke babak ketiga tanpa dihantui rasa bersalah.

“Saya bisa saja berhadapan dengan sekelompok orang yang frustasi kepada saya. Tapi mereka mengerti bahwa setiap orang bisa berbuat salah,” kata Ainslie. “Tim saya yakin, jika Anda berusaha dan gagal, itu bukan akhir segalanya.”

Ini bukan tugas mudah bagi kebanyakan pemimpin. Mengakui Andalah alasan sesuatu berjalan salah, bertanggung jawab atas kegagalan departemen dan perusahaan Anda, sungguh berat. Namun menerima itu semua, mengakui kesalahan Anda, dan belajar dari pengalaman ialah ciri manajer hebat.

Menerima kesalahan

Sudah sifat manusia untuk menerima pujian atas kesuksesan dan menyalahkan orang lain atas kegagalan, kata Oliver Donoghue, direktur dan pendiri agen pencarian bakat Nonstop Recruitment Schweiz AG di Praha. Di banyak perusahaan, sifat itu menciptakan kultur yang mana tak ada orang bersedia memikul tanggung jawab karena takut kena hukuman.

“Apa yang harus Anda pahami ialah bukan kesalahan yang menentukan siapa Anda,” kata Donoghue, “tapi cara Anda menanganinya.”

Hampir setiap jenis tim punya problem yang sama tentang bertanggung jawab dalam keadaan serba salah, kata Jan Hagen, profesor di sekolah bisnis ESMT, Berlin. Hagen mempelajari reaksi berbagai orang – dari pekerja kantoran hingga awak pesawat terbang – yang berhadapan dengan stres. Di dalam kokpit, ia menemukan bahwa awak pesawat sering tidak melaporkan problem kepada kapten mereka karena kecemasan yang terkait dengan membawakan berita buruk.

Dalam dunia bisnis, manajer seringkali hanya menundukkan kepala ketika ada masalah, takut mereka akan disalahkan jika melapor. “Mengakui kesalahan tak pernah mudah,” kata Hagen. “Di organisasi besar sekalipun.”

Problem dengan sistem penyangkalan seperti ini ialah Anda kehilangan kesempatan untuk belajar dari kesalahan, kata Hagen. Alih-alih menyangkal, setelah mengakui bahwa Anda gagal, telusuri di mana kesalahan Anda. Ini akan membantu Anda memperkirakan apa yang perlu dihindari lain kali.

“Ketika semua berjalan lancar, kita bicarakan dan belajar dari itu,” kata Hagen. “Ketika ada rasa takut gagal dalam suatu organisasi, orang-orang kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana masalah terjadi dan bagaimana cara mencegahnya terjadi kembali.”

Belajar cara yang benar untuk memikul tanggung jawab atas suatu kegagalan ialah hal krusial bagi para manajer, kata David Rodnitzky, CEO 3Q Digital, perusahaan media di California. Sembari mengakui masalah Anda, tawarkan analisis tentang akar masalah itu, dan bagaimana Anda akan menghindarinya di masa depan.”

Analisis seperti itu akan membantu Anda menghadapi kemarahan atasan atau pemegang saham. Di saat bersamaan, sikap mengakui kesalahan dapat membantu Anda berurusan dengan bawahan, kata Rodnitzky. Menyalahkan diri sendiri atas suatu kesalahan, alih-alih staf Anda, menumbuhkan loyalitas.

Melawan Ego

Cristina Mariani-May baru-baru ini merasakan sendiri betapa susahnya mengakui kesalahan.
Keluarganya memiliki Banfi Wines, perusahaan berbasis di New York yang telah mengekspor anggur Italia ke seluruh dunia sejak 1919. Mulai 1978, perusahaan itu juga memiliki kebun anggur di Toskana.

Ayah Cristina, John Mariani, mendapat ide untuk membuka hotel di lahan properti seluas 2.900 meter persegi milik mereka. Dalam rapat, ia menyarankan perusahaan mereka menjalankan hotel itu sendiri. Mariani-May berpendapat mereka butuh merekrut seorang ahli. Perdebatan memanas, dan tampaknya tak ada yang mau mengalah.
Mariani-May setuju untuk mempelajari dua opsi itu. Dua tahun kemudian, setelah berkonsultasi dengan pemilik kebun anggur lainnya, ia menemui ayahnya dengan membawa jawaban sulit: Ayah benar.
“Saya harus menelan harga diri saya, dan mengakui saya salah,” tutur Mariani-May. “Memang tidak mudah, namun setelah saya mengakui kesalahan saya, kami dapat melangkah maju.”

Lima tahun lalu perusahaan itu membuka Castello Banfi il Borgo, hotel 14 kamar di lantai dasar kastil dari abad ke-12. Sejak itu, Condé Nast Traveler menempatkannya pada peringkat atas, di antara hotel-hotel terbaik di Italia, dan Fodor’s Travel menobatkan sebagai satu dari 10 hotel kebun anggur terbaik di dunia. Ini tak akan mungkin, kata Mariani-May, jika ia tak pernah mengakui kesalahannya.

“Ini salah satu aset manajemen yang baik. Jangan menangani proyek besar apapun dengan ego, dan bersiaplah mengaku jika Anda membuat kesalahan.”

"Mengakui kesalahan bukan tugas mudah bagi kebanyakan pemimpin."

Widhi Servo - Owner Servo Group

Saya tidak berbisnis, hanya mengalihkan pikiran negatif saya. Baca selanjutnya di sini 

Top