Jumat, 26 Januari 2018

Menghilangkan Ego Sektoral Dengan Kecerdasan Sosial

“Fungsi dan divisi di tempat kerja adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila alat ini dijaga dengan ego dan kepentingan yang sempit, maka alat ini sulit berfungsi untuk mencapai tujuan.”~Djajendra

Tidak mungkin sebuah visi dikerjakan sendiri; diperlukan kerja sama dan koordinasi yang cerdas melintasi perbedaan, keragaman, fungsi dan sektor. Jadi, diperlukan orang-orang yang cerdas sosial, supaya sebuah visi dapat dikerjakan dengan cepat dan tepat.

Orang-orang yang cerdas sosial sangat mudah berkomunikasi dan berinteraksi secara proaktif. Bila kecerdasan sosial sumber daya manusia rendah, mereka akan bekerja sendiri-sendiri, tidak mampu bersatupadu di dalam soliditas bersama. Sebaliknya, bila sumber daya manusia cerdas sosial, maka soliditas dan kolaborasi kerja akan menjadi budaya kerja, yang merangkul lintas sektoral dan lintas divisi di dalam satu visi.

Sepintar apapun seseorang; sehebat apapun seseorang; setinggi apapun pendidikan seseorang; sejenius apapun konsep dan pemikiran seseorang. Tetapi, bila dia tidak cerdas sosial, dia akan menjadi energi perusak soliditas organisasi.

Orang-orang yang tidak cerdas sosial hanya mampu bekerja sendiri. Walaupun mereka sangat cerdas dan sangat berbakat, mereka tetap sulit menyatu di dalam proses kerja. Dampaknya, mereka berpotensi membawa nilai dan benih konflik ke dalam proses kerja, sehingga kinerja terbaik akan sulit untuk diwujudkan.

Dunia kerja adalah dunia kerja sama. Manajemen berfungsi untuk mengelola semua sektoral, agar saling berkolaborasi dan berkoordinasi secara efektif dan produktif. Tidak ada kerja sendiri di dalam dunia kerja. Semua orang yang bekerja merupakan bagian dari pekerjaan yang lain. Dunia kerja adalah dunia yang saling menguatkan satu sama lain, yang saling mengkontribusikan kompetensi dan kemampuan, untuk sebuah pencapaian sesuai target.

Di dalam organisasi, tidak ada sebuah tujuan yang bisa dikerjakan sendiri. Bakat, profesionalisme, kecerdasan, dan potensi yang hebat; akan sia-sia bila tidak mampu bekerja sama.

Dunia kerja adalah dunia kolaborasi dan koordinasi. Sangat banyak fungsi dan divisi di dalam sebuah organisasi. Semua fungsi dan divisi tidaklah boleh berdiri di atas ego dan kepentingan masing-masing. Semuanya harus tunduk kepada visi, harus berkolaborasi dan berkoordinasi di dalam misi.

Seseorang yang cerdas sosial sangat mudah terlibat dalam tugas-tugas rutin yang membutuhkan kebersamaan. Mereka sangat mudah beradaptasi dengan ide-ide baru, dan mudah menerima solusi dari siapapun atau manapun. Mereka menguasai seni percakapan dan seni mendengarkan, dan sangat mudah mengintegrasikan dirinya dengan kelompok kerja.

Seseorang yang cerdas sosial tidak akan menjaga jarak, ataupun menjadi penyebab konflik. Dia adalah pribadi yang penuh empati dan kaya toleransi. Dia selalu membangun jembatan komunikasi yang positif, serta selalu merobohkan tembok penghalang di dalam organisasi dan proses kerja. Dia adalah orang yang selalu menghubungkan hati, emosi, pikiran, dan etos; dari setiap insan organisasi untuk bersatupadu di dalam soliditas bersama.

Seseorang yang tidak cerdas sosial biasanya sulit mempercayai kemampuan orang lain; menganggap dirinya yang paling pintar dan suka meremehkan orang lain; sangat sensitif, miskin toleransi, miskin jiwa besar, dan miskin empati; dia merupakan komunikator yang buruk, sehingga pilihan kata-kata dan ucapannya selalu menjauhkan hubungan baik; walaupun dia berbakat, berpendidikan tinggi, cerdas, kreatif, dan berpotensi, tetapi sulit menjadi andal di tempat kerja; dia selalu terjebak di dalam egonya, dan sulit memahami pentingnya sebuah kebersamaan di tempat kerja.

Orang-orang cerdas sosial biasanya cerdas emosional. Mereka mudah menyatu dan berkontribusi secara lintas sektoral. Emosi yang cerdas mampu menghilangkan ego dan kepentingan sempit. Mereka selalu bersinar dan menjadi aset yang diandalkan oleh organisasi. Mereka merupakan energi positif yang mampu menggerakan sebuah pekerjaan secara kreatif dan kolaboratif. Mereka mampu menghasilkan kinerja yang memuaskan. Mereka tidak terbatas oleh waktu dan ruang, mereka mampu terhubung dan berkoordinasi di segala kondisi untuk sebuah pencapaian terbaik.

Orang-orang cerdas sosial selalu mendorong komunikasi dan menyatukan semua kepentingan untuk fokus pada visi. Mereka selalu mengupdate kemajuan dan menghadiri semua rapat atau pertemuan lintas sektoral. Mereka selalu menyatu di dalam tujuan dan membuka pikiran untuk bisa saling mengerti.

Orang-orang cerdas sosial selalu mengikuti kejadian-kejadian; memiliki rasa ingin tahu yang besar; dan menjadwalkan pertemuan rutin untuk sebuah solusi terbaik. Mereka sangat rajin membuat pertemuan informal, untuk menguatkan hubungan kebatinan, dan penuntasan persoalan-persoalan kerja yang sulit secara formal.

Meningkatkan Kerjasama Antar Divisi

“Ketika hati para pemimpin divisi dikuasai energi kegelapan, maka tidak ada terang yang bisa mengharmoniskan hubungan kerja. Nyalakan cahaya agar terang menemani kerja sama antar divisi untuk kinerja terbaik.”~Djajendra

Semua divisi dalam struktur organisasi bertanggung jawab untuk bergerak ke satu arah, yaitu ke arah visi yang sama. Walaupun fungsi dari masing-masing divisi berbeda, mereka tidak diciptakan untuk menjadi berbeda. Semua divisi diciptakan untuk bersatupadu melalui kolaborasi agar dapat menghasilkan kinerja terbaik. Intinya, tidak boleh ada penghalang untuk kolaborasi di tempat kerja. Setiap devisi harus memiliki kesadaran untuk beradaptasi dengan cara kerja masing-masing fungsi yang berbeda. Perbedaan masing-masing divisi sesungguhnya untuk memperkuat keamanan dan memperkecil resiko organisasi, bukan untuk menonjolkan ego sektoral atau ego fungsinya.

Sebuah kenyataan bahwa semua divisi dibentuk untuk menjadi kekuatan eksekusi dalam mencapai kinerja terbaik. Ini adalah kenyataan yang harus bekerja di dalam organisasi, bukan setiap divisi saling menonjolkan ego dan melemahkan proses pencapaian kinerja. Produktivitas dan kinerja adalah dua hal yang harus dimiliki dan diperjuangkan secara bersama-sama oleh setiap divisi. Kesadaran para pemimpin divisi untuk bersatupadu di dalam kolaborasi yang solid dan kompak, adalah sebuah tanggung jawab yang harus dijalankan dengan integritas.

Manajemen difokuskan untuk menyatukan semua kekuatan divisi dalam mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Saling mendukung, saling tolong menolong, proaktif, dan saling membantu menyelesaikan semua prioritas kerja, haruslah menjadi etos dari semua divisi. Kurangnya kerja sama dan empati antara divisi berdampak negatif terhadap pencapaian kinerja. Semua pimpinan divisi harus meninggalkan ego masing-masing, serta mampu mengalir di dalam kolaborasi dan koordinasi yang produktif bagi pencapaian terbaik.

Koordinasi dan kolaborasi adalah kekuatan yang tidak boleh diabaikan. Bila diabaikan, maka perusahaan berpotensi kehilangan produktivitas kerja. Akibatnya, proses kerja menjadi tidak efektif dan produktif; masalah akan menumpuk tanpa mendapatkan solusi yang tepat. Di samping itu, moralitas dan disiplin kerja akan turun, dan semua orang bekerja seadanya tanpa memiliki fokus dan gairah untuk mencapai target.

Mengembangkan sikap positif dan menciptakan budaya kerja yang fokus pada pencapaian terbaik. Untuk itu, setiap divisi harus dibukakan hati dan pikirannya agar mereka sadar tentang keberadaan mereka di tempat kerja. Semangat untuk selalu bekerja sama, melayani, berkontribusi, dan menyumbangkan ide-ide atau solusi yang tepat, haruslah menjadi perilaku kerja sehari-hari. Kebersamaan di dalam perbedaan fungsi kerja harus dijaga demi menciptakan budaya kerja yang unggul. Kesadaran untuk mengembangkan sikap rendah hati dan ikhlas melayani yang lain menjadi sesuatu yang penting.

Salah satu penyebab perusahaan menjadi tidak sehat karena rasa tinggi hati dari masing-masing pimpinan divisi terhadap pemimpin divisi yang lain. Saling berkompetisi untuk mendapatkan tempat istimewa di hati dewan direksi menjadikan kerja divisi kurang berkolaborasi. Bila hal ini terus-menerus berlangsung, maka perusahaan berpotensi menderita kerugian dan kehilangan peluang untuk mencapai kinerja terbaik. Oleh karena itu, peran direksi untuk mengkoordinasi semua divisi secara adil dan profesional, serta memotivasi semua pimpinan divisi untuk selalu bekerjasama dan berkolaborasi dengan baik, akan meningkatkan kinerja divisi.

Para pimpinan divisi harus saling percaya satu sama lain, dan menyatukan staf-stafnya di dalam hubungan kerja yang saling melengkapi. Semua pimpinan divisi harus bersama-sama bergerak secara efektif dan produktif untuk mencapai tujuan perusahaan. Hindari konflik sejauh mungkin, sebab konflik dari pimpinan divisi bisa mempengaruhi dan menarik karyawan dan manajemen ke dalam konflik. Dan harus diingat bahwa konflik hanya memperbesar masalah dan menyulitkan penyelesaian pekerjaan. Dampaknya, produktivitas akan turun dan etos kerja menghilang.

Hubungan kerja yang produktif tidak pernah dibangun dari hubungan antagonis; hubungan yang penuh cinta dan peduli di dalam perusahaan akan meningkatkan produktivitas.

Membudayakan Rasa Syukur Dan Terima Kasih Di Tempat Kerja

“Ketika setiap pagi Anda memancarkan rasa syukur dan terima kasih di tempat kerja, maka energi baik Anda itu akan menginspirasi orang-orang di sekitar Anda menjadi lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja.”~Djajendra

Memiliki pekerjaan adalah sebuah anugerah yang wajib disyukuri. Tidak semua orang bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji bulanan yang tetap. Sangat banyak orang berharap dan berdoa untuk mendapatkan sebuah pekerjaan dengan gaji tetap. Tetapi, kita semua tahu bahwa jumlah pekerjaan di perusahaan dan di instansi pemerintah itu terbatas, orang-orang yang mencari pekerjaan jumlahnya sangat banyak sehingga diperlukan kompetisi yang ketat untuk bisa memiliki pekerjaan dengan gaji tetap. Intinya, tidak semua orang yang sudah sekolah tinggi-tinggi bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap. Jadi, apakah tidak seharusnya Anda bersyukur dan berterima kasih untuk pekerjaan dengan gaji tetap yang sudah Anda miliki sekarang?

Adalah sebuah kenyataan bahwa orang-orang sering kehilangan rasa syukur di tempat kerja. Padahal untuk mendapatkan pekerjaan tersebut mereka sudah mengikuti berbagai proses seleksi yang ketat, dan sudah memenangkan di langkah pertama. Sayangnya, di langkah-langkah selanjutnya, mereka seperti menjadi orang yang kalah dengan realitas kerja, menjadi orang yang tidak bahagia di tempat kerja. Menjadi seperti orang yang kehilangan akal sehat untuk unjuk kinerja, dan lebih sering unjuk rasa. Semua ini terjadi karena hilangnya rasa syukur dan terima kasih dengan pekerjaan yang sudah didapatkan dengan tidak mudah.

Ketidakmampuan untuk bersyukur dan berterima kasih dengan pekerjaan yang dimiliki membawa dampak buruk bagi budaya kerja. Memang tidak semua orang memiliki hati nurani yang positif untuk mensyukuri dan berterima kasih dengan kebaikan yang didapatkan dari pekerjaan tersebut. Perilaku buruk seperti keluh kesah dan hitung-hitungan untuk berkontribusi menjadi energi negatif bagi penguatan budaya kerja. Di sinilah diperlukan peran kepemimpinan untuk membudayakan rasa syukur dan terima kasih di dalam perilaku kerja setiap karyawan.

Ketika setiap pagi Anda memancarkan rasa syukur dan terima kasih di tempat kerja, maka energi baik Anda itu akan menginspirasi orang-orang di sekitar Anda menjadi lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja. Jelas, kondisi ini meningkatkan kehebatan budaya kerja dan sekaligus mempromosikan budaya kerja yang sehat di tempat kerja.

Ketika rasa syukur dan terima kasih hilang, maka semua kekuatan tidak baik pasti menguasai lingkungan kerja. Dampaknya, orang-orang memiliki kebiasaan bekerja dengan rasa takut, khawatir, hitung-hitungan, marah, kesal, merasa diperlakukan tidak adil, merasa gaji terlalu kecil, dan suka mengekspresikan perilaku tidak terpuji di lingkungan kerja. Jadi, hal ini menjadi perusak budaya kerja, dan perusahaan juga sulit meningkatkan kinerja bersama orang-orang yang tidak bersyukur dan berterima kasih.

Sangat banyak orang-orang yang berpendidikan tinggi bekerja tanpa gaji tetap, dan mereka tidak pernah berhenti mencari pekerjaan untuk mendapatkan gaji tetap. Kadang-kadang, mereka mau menerima pekerjaan bergaji tetap yang disiapkan untuk level pendidikan rendah. Bekerja dengan gaji tetap dan fasilitas yang memenuhi kebutuhan hidup haruslah disikapi dengan rasa syukur yang tinggi. Ingat, bahwa sangat banyak orang yang berharap dan berdoa untuk sebuah gaji tetap dan fasilitas terbaik, dan Anda yang sudah memilikinya jangan menyia-nyiakannya dengan perilaku yang tidak bersyukur dan tidak berterima kasih.

Budayakan dan biasakan kata terima kasih di tempat kerja. Ucapkan kata terima kasih dalam semua interaksi dan proses kerja kepada kolega, bawahan, atasan, pelanggan, dan semua stakeholder lainnya. Sering-seringlah mengucapkan kata terima kasih. Ucapan terima kasih dari hati yang tulus menguatkan energi baik di tempat kerja. Energi baik ini menjadi dasar untuk penguatan budaya kerja.

Budaya bersyukur dan berterima kasih di tempat kerja meningkatkan produktivitas dan kinerja. Orang-orang yang bersyukur selalu sadar dan termotivasi untuk bekerja tanpa hitung-hitungan dan selalu memberi lebih dari yang diharapkan. Rasa syukur meningkatkan suasana hati menjadi lebih positif. Rasa syukur dan terima kasih menjadikan hidup Anda selalu sehat secara fisik, mental, dan spiritual. Rasa syukur dan terima kasih adalah obat anti stres yang paling hebat, sehingga hidup Anda memiliki ketahanan mental yang lebih hebat dan kuat di tempat kerja.

Membudayakan rasa syukur dan terima kasih di tempat kerja berarti menghilangkan budaya negatif di tempat kerja. Artinya, emosi negatif, seperti: kebencian, iri hati, dengki, malas, dan kurang tanggung jawab akan lenyap oleh budaya rasa syukur.

Budaya rasa syukur di tempat kerja menularkan energi baik sehingga dalam kehidupan kerja sehari-hari terlihat saling menghargai, saling membantu, saling berterima kasih, saling bertanggung jawab, dan saling menginspirasi dengan keteladanan yang terpuji.

Membangun budaya rasa syukur dan terima kasih di tempat kerja harus dimulai dari semua pihak dengan kesadaran yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik. Para pemimpin di semua level dan para karyawan di semua level harus memberikan kontribusi untuk terwujudnya budaya rasa syukur di tempat kerja. Semua pihak di internal perusahaan harus dengan tulus dan sepenuh hati mengungkapkan rasa syukur dan rasa terima kasih di lingkungan kerja. Semua orang di tempat kerja harus mampu meningkatkan kepuasan kerja. Perilaku dan sikap yang bersyukur selalu memiliki kekuatan untuk menunjukkan penghargaan kepada yang lain. Perilaku dan sikap yang bersyukur selalu memiliki kekuatan untuk mencintai dan menghargai pekerjaan yang dimiliki dengan kerja keras.

Kamis, 25 Januari 2018

Hukum Berfikir Positif

Hukum alam sangat mutlak dan akan menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari yang dimulai dari pikiran manusia. 
Misalnya,
* Jika kita bersikap ramah terhadap seseorang, maka orang itupun akan menjadi ramah terhadap kita.
* Jika kita memperlakukan anak kita sebagai anak yang cerdas, akhirnya dia betul-betul menjadi cerdas.
* Jika kita yakin bahwa upaya kita akan berhasil, besar sekali kemungkinan upaya dapat merupakan separuh keberhasilan.
 
Dampak pola berpikir positif itu disebut dampak Pygmalion.

Pikiran kita memang seringkali mempunyai dampak fulfilling prophecy atau ramalan tergenapi, baik positif maupun negatif.
*  Kalau kita menganggap tetangga kita judes sehingga kita tidak mau bergaul dengan dia, maka akhirnya dia betul-betul menjadi judes.

* Kalau kita mencurigai dan menganggap anak kita tidak jujur, akhirnya ia betul-betul menjadi tidak jujur.

* Kalau kita sudah putus asa dan merasa tidak sanggup pada awal suatu usaha, besar sekali kemungkinannya kita betul-betul akan gagal.

Ini ada sebuah kisah, Pygmalion adalah seorang pemuda yang berbakat seni memahat. Ia sungguh piawai dalam memahat patung. Karya ukiran tangannya sungguh bagus. Tetapi bukan kecakapannya itu menjadikan ia dikenal dan disenangi teman dan tetangganya.

Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala sesuatu dari sudut yang baik.

• Apabila lapangan di tengah kota becek, orang-orang mengomel. Tetapi Pygmalion berkata, "Untunglah, lapangan yang lain tidak sebecek ini."

• Ketika ada seorang pembeli patung ngotot menawar-nawar harga, kawan-kawan Pygmalion berbisik, "Kikir betul orang itu."

• Tetapi Pygmalion berkata, "Mungkin orang itu perlu mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu".

* Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion tidak mengumpat. Ia malah merasa iba, "Kasihan,anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya."

Itulah pola pandang Pygmalion. Ia tidak melihat suatu keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain; sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik dibalik perbuatan buruk orang lain.

Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia sungguhan. Ketika sudah rampung, patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung itu tersenyum manis menawan, tubuhnya elok menarik. Kawan-kawan Pygmalion berkata, "Ah,sebagus-bagusnya patung, itu cuma patung, bukan isterimu."

Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu sebagai manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dielusnya. Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion,yaitu mengubah patung itu menjadi manusia betul. Begitulah, Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.

Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk mengambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.

Pola pikir Pygmalion adalah berpikir, menduga dan berharap hanya yang baik tentang suatu keadaan atau seseorang. Bayangkan, bagaimana besar dampaknya bila kita berpola pikir positif seperti itu. Kita tidak akan berprasangka buruk tentang orang lain.

Kita tidak menggunjingkan desas-desus yang jelek tentang orang lain.
 
Kita tidak menduga-duga yang jahat tentang orang lain.

Kalau kita berpikir buruk tentang orang lain, selalu ada saja bahan untuk menduga hal-hal yang buruk. Jika ada seorang kawan memberi hadiah kepada kita, jelas itu adalah perbuatan baik. Tetapi jika kita berpikir buruk,kita akan menjadi curiga, "Barangkali ia sedang mencoba membujuk," atau kita mengomel, "Ah, hadiahnya cuma barang murah." Yang rugi dari pola pikir seperti itu adalah diri kita sendiri. Kita menjadi mudah curiga. Kita menjadi tidak bahagia. Sebaliknya, kalau kita berpikir positif, kita akan menikmati hadiah itu dengan rasa gembira dan syukur, "Ia begitu murah hati. Walaupun ia sibuk, ia ingat untuk memberi kepada kita."

Warna hidup memang tergantung dari warna kaca mata yang kita pakai.

* Kalau kita memakai kaca mata kelabu, segala sesuatu akan tampak kelabu. Hidup menjadi kelabu dan suram. Tetapi kalau kita memakai kaca mata yang terang, segala sesuatu akan tampak cerah. Kaca mata yang berprasangka atau benci akan menjadikan hidup kita penuh rasa curiga dan dendam. Tetapi kaca mata yang damai akan menjadikan hidup kita damai.

Hidup akan menjadi baik kalau kita memandangnya dari segi yang baik. Berpikir baik tentang diri sendiri. Berpikir baik tentang orang lain. Berpikir baik tentang keadaan. Berpikir baik tentang Tuhan.

Dampak berpikir baik seperti itu akan kita rasakan. Keluarga menjadi hangat. Kawan menjadi bisa dipercaya. Tetangga menjadi akrab. Pekerjaan menjadi menyenangkan. Dunia menjadi ramah. Hidup menjadi indah. Seperti Pygmalion, begitulah.

MAKE SURE YOU ARE PYGMALION and the world will be filled with positive people only............how nice !!!!

Kiat menghadapi kegagalan layaknya seorang pemimpin


Bertanggung jawab atas kegagalan ialah ciri pemimpin hebat. Beginilah cara berhasil meskipun semuanya berjalan salah.
Tepat sebelum kompetisi balapan kapal layar America’s Cup World Series di Oman pada Februari lalu, Sir Ben Ainslie menghadapi keputusan sulit.
Ainslie – pelayar Olimpiade tersukses sepanjang sejarah, dengan lima medali – ialah kapten tim layar Land Rover BAR dan terkenal dengan kebiasaannya menang dengan menyusul musuh dari belakang.

Pada hari terakhir balapan di Oman, angin bertiup lembut. Dalam dua babak pertama dari tiga babak, Ainslie salah memperkirakan angin dan menyetir kapal yacht-nya ke garis start terlalu cepat – kelebihan 12cm di babak pertama dan 10cm di babak kedua. Timnya kena penalti, yang berarti mereka harus membiarkan tim lain melewati mereka.

Namun babak ketiga mengubah semuanya. Dengan angin yang masih pelan bertiup, Ainslie berjuang keras membawa timnya dari urutan ketiga ke urutan pertama, dan kesuksesan itu cukup untuk memastikan kemenangan mereka di kompetisi itu.

Ketika melihat ke belakang sekarang, Ainslie mengatakan ada alasan besar yang membuat timnya akhirnya menang. Sebagai kapten, Ainslie cepat memikul tanggung jawab atas dua kesalahan pertama, dan timnya dapat melaju ke babak ketiga tanpa dihantui rasa bersalah.

“Saya bisa saja berhadapan dengan sekelompok orang yang frustasi kepada saya. Tapi mereka mengerti bahwa setiap orang bisa berbuat salah,” kata Ainslie. “Tim saya yakin, jika Anda berusaha dan gagal, itu bukan akhir segalanya.”

Ini bukan tugas mudah bagi kebanyakan pemimpin. Mengakui Andalah alasan sesuatu berjalan salah, bertanggung jawab atas kegagalan departemen dan perusahaan Anda, sungguh berat. Namun menerima itu semua, mengakui kesalahan Anda, dan belajar dari pengalaman ialah ciri manajer hebat.

Menerima kesalahan

Sudah sifat manusia untuk menerima pujian atas kesuksesan dan menyalahkan orang lain atas kegagalan, kata Oliver Donoghue, direktur dan pendiri agen pencarian bakat Nonstop Recruitment Schweiz AG di Praha. Di banyak perusahaan, sifat itu menciptakan kultur yang mana tak ada orang bersedia memikul tanggung jawab karena takut kena hukuman.

“Apa yang harus Anda pahami ialah bukan kesalahan yang menentukan siapa Anda,” kata Donoghue, “tapi cara Anda menanganinya.”

Hampir setiap jenis tim punya problem yang sama tentang bertanggung jawab dalam keadaan serba salah, kata Jan Hagen, profesor di sekolah bisnis ESMT, Berlin. Hagen mempelajari reaksi berbagai orang – dari pekerja kantoran hingga awak pesawat terbang – yang berhadapan dengan stres. Di dalam kokpit, ia menemukan bahwa awak pesawat sering tidak melaporkan problem kepada kapten mereka karena kecemasan yang terkait dengan membawakan berita buruk.

Dalam dunia bisnis, manajer seringkali hanya menundukkan kepala ketika ada masalah, takut mereka akan disalahkan jika melapor. “Mengakui kesalahan tak pernah mudah,” kata Hagen. “Di organisasi besar sekalipun.”

Problem dengan sistem penyangkalan seperti ini ialah Anda kehilangan kesempatan untuk belajar dari kesalahan, kata Hagen. Alih-alih menyangkal, setelah mengakui bahwa Anda gagal, telusuri di mana kesalahan Anda. Ini akan membantu Anda memperkirakan apa yang perlu dihindari lain kali.

“Ketika semua berjalan lancar, kita bicarakan dan belajar dari itu,” kata Hagen. “Ketika ada rasa takut gagal dalam suatu organisasi, orang-orang kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana masalah terjadi dan bagaimana cara mencegahnya terjadi kembali.”

Belajar cara yang benar untuk memikul tanggung jawab atas suatu kegagalan ialah hal krusial bagi para manajer, kata David Rodnitzky, CEO 3Q Digital, perusahaan media di California. Sembari mengakui masalah Anda, tawarkan analisis tentang akar masalah itu, dan bagaimana Anda akan menghindarinya di masa depan.”

Analisis seperti itu akan membantu Anda menghadapi kemarahan atasan atau pemegang saham. Di saat bersamaan, sikap mengakui kesalahan dapat membantu Anda berurusan dengan bawahan, kata Rodnitzky. Menyalahkan diri sendiri atas suatu kesalahan, alih-alih staf Anda, menumbuhkan loyalitas.

Melawan Ego

Cristina Mariani-May baru-baru ini merasakan sendiri betapa susahnya mengakui kesalahan.
Keluarganya memiliki Banfi Wines, perusahaan berbasis di New York yang telah mengekspor anggur Italia ke seluruh dunia sejak 1919. Mulai 1978, perusahaan itu juga memiliki kebun anggur di Toskana.

Ayah Cristina, John Mariani, mendapat ide untuk membuka hotel di lahan properti seluas 2.900 meter persegi milik mereka. Dalam rapat, ia menyarankan perusahaan mereka menjalankan hotel itu sendiri. Mariani-May berpendapat mereka butuh merekrut seorang ahli. Perdebatan memanas, dan tampaknya tak ada yang mau mengalah.
Mariani-May setuju untuk mempelajari dua opsi itu. Dua tahun kemudian, setelah berkonsultasi dengan pemilik kebun anggur lainnya, ia menemui ayahnya dengan membawa jawaban sulit: Ayah benar.
“Saya harus menelan harga diri saya, dan mengakui saya salah,” tutur Mariani-May. “Memang tidak mudah, namun setelah saya mengakui kesalahan saya, kami dapat melangkah maju.”

Lima tahun lalu perusahaan itu membuka Castello Banfi il Borgo, hotel 14 kamar di lantai dasar kastil dari abad ke-12. Sejak itu, Condé Nast Traveler menempatkannya pada peringkat atas, di antara hotel-hotel terbaik di Italia, dan Fodor’s Travel menobatkan sebagai satu dari 10 hotel kebun anggur terbaik di dunia. Ini tak akan mungkin, kata Mariani-May, jika ia tak pernah mengakui kesalahannya.

“Ini salah satu aset manajemen yang baik. Jangan menangani proyek besar apapun dengan ego, dan bersiaplah mengaku jika Anda membuat kesalahan.”

"Mengakui kesalahan bukan tugas mudah bagi kebanyakan pemimpin."

PERUBAHAN TERJADI KARENA PIKIRAN DILATIH UNTUK MENERIMA PERUBAHAN

“Perubahan harus jujur mentransfer informasi tentang hal-hal yang sifatnya warisan dari budaya lama. Menyembunyikan warisan dan karakter lama hanya menjadikan perubahan sulit terjadi.”~Djajendra

Perubahan memerlukan mental dan pola pikir yang siap dengan segala rintangan dan tantangan di sepanjang proses perubahan. Oleh karena itu, sebelum perubahan itu dimulai, bentuklah pola pikir Anda yang siap untuk berubah. Pola pikir baru terbentuk melalui latihan terus-menerus. Anda dapat melatih pikiran untuk berubah melalui latihan dan afirmasi secara terus-menerus. Intinya, orang-orang yang sulit berubah bisa dilatih pikirannya untuk bersikap positif saat terjadi perubahan.

Melalui pola pikir positif dan kesadaran yang tinggi, Anda dapat memperbaiki rutinitas dan kebiasaan untuk disesuaikan dengan organisasi baru. Bila setiap hari dengan disiplin dan ketekunan yang hebat Anda mampu mengisi nilai-nilai baru, maka secara otomatis perubahan yang ingin Anda lihat akan terjadi. Jadi, organisasi baru yang sehat dan kuat terwujud saat Anda memperbaiki rutinitas dan kebiasaan sehari-hari dengan penuh tanggung jawab sampai perubahan yang diinginkan terjadi.

Organisasi beberapa tahun yang lalu pasti sudah tidak sama lagi dengan organisasi yang dibutuhkan oleh masa depan. Semuanya berubah dan menciptakan yang baru secara otomatis. Jadi, secara alami perubahan itu terjadi tanpa disadari. Tantangan terbesar dalam perubahan ada di dalam diri manusia. Sifat, kebiasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang diserap sejak lama bukanlah sesuatu yang dengan mudah bisa diubah. Diperlukan sebuah upaya keras yang penuh disiplin untuk merubah pola pikir manusia agar mau berubah.

Malas melakukan perubahan hanya menghasilkan ketertinggalan dan keterbelakangan. Malas melakukan perubahan hanya menghasilkan kekalahan dan ketidakmampuan. 
Jadi, sekarang inilah waktu yang paling tepat untuk memulai perubahan. Sadarkan diri Anda dan bangunlah dari tidur nyenyak di zona nyaman. Pahami bahwa perubahan terjadi terus-menerus di dalam diam secara tidak sadar. Oleh karena itu, sadarlah bahwa perubahan itu adalah kebenaran sejati di semua aspek kehidupan yang Anda jalani. 

Bila Anda mengabaikan perubahan atau malas berurusan dengan perubahan, maka Anda membuat hidup Anda tidak maksimal dalam memanfaatkan bakat dan potensi hebat Anda.
 

Widhi Servo - Owner Servo Group

Saya tidak berbisnis, hanya mengalihkan pikiran negatif saya. Baca selanjutnya di sini 

Top